
Benarkah Kelapa Sawit Merusak? Fakta-Fakta Ini Akan Mengejutkanmu!
duniakebun.com Benarkah Kelapa Sawit Merusak? Kelapa sawit memiliki banyak manfaat dalam berbagai industri. Minyak sawit digunakan dalam bahan bakar, kosmetik, dan makanan. Namun, ada banyak perdebatan tentang dampaknya terhadap lingkungan. Beberapa pihak menyebut kelapa sawit sebagai penyebab utama deforestasi. Sementara itu, penelitian menunjukkan fakta berbeda. Artikel ini akan mengungkap berbagai fakta penting tentang kelapa sawit.
Industri Kelapa Sawit Memperbaiki Tingkat Ekonomi
Perkebunan kelapa sawit berkembang di daerah pedalaman. Daerah ini sebelumnya memiliki ekonomi yang tertinggal dibandingkan perkotaan. Keberadaan industri kelapa sawit meningkatkan perekonomian di wilayah tersebut. Perputaran ekonomi menjadi lebih cepat dan luas.
Kelapa sawit menciptakan berbagai sektor ekonomi baru. Kehadirannya membantu mengurangi tingkat kemiskinan di desa. Jika terus berkembang, kesenjangan ekonomi antara desa dan kota semakin berkurang. Perkebunan kelapa sawit berperan sebagai pionir dalam pembangunan ekonomi daerah terpencil.
Pekerjaan yang tercipta dari industri kelapa sawit sangat beragam. Mulai dari pekerja lapangan hingga tenaga kerja di pabrik pengolahan. Hal ini memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal. Selain itu, pendapatan masyarakat meningkat seiring dengan berkembangnya industri ini. Banyak desa yang sebelumnya tertinggal kini menjadi pusat ekonomi baru.
“Baca juga: Rahasia Cocor Bebek: Si Tanaman Ajaib dengan Segudang Manfaat”
Indonesia Adalah Salah Satu Distributor Kelapa Sawit Terbesar di Dunia
Indonesia dan Malaysia menyumbang sekitar 85-90 persen produksi minyak sawit dunia. Data ini berasal dari Palm Oil Alliance. Negara lain mengandalkan Indonesia sebagai pemasok utama minyak sawit.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat ekspor minyak sawit mentah mencapai USD 35 miliar pada tahun 2021. Angka ini membuktikan pentingnya industri kelapa sawit dalam ekonomi global. Minyak sawit menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia.
Ekspor kelapa sawit membantu meningkatkan devisa negara. Peningkatan ekspor ini juga berdampak positif pada sektor transportasi dan logistik. Banyak pelabuhan di Indonesia yang menangani pengiriman minyak sawit ke berbagai negara.
Kelapa Sawit Bukan Penyebab Deforestasi
Banyak yang menganggap kelapa sawit sebagai penyebab utama deforestasi. Namun, penelitian menunjukkan hasil berbeda. Direktur utama BPDPKS, Eddy Abdurrahman, menyatakan bahwa kelapa sawit bukan penyebab utama deforestasi global.
Perkebunan kelapa sawit berkembang di lahan terlantar. Petani dan perusahaan mengganti lahan yang telah dirambah dengan perkebunan sawit. Selain itu, kelapa sawit juga membantu proses penghijauan kembali. Penelitian sejarah lahan di Kalimantan antara tahun 1973 hingga 2015 membuktikan hal ini.
Pengelolaan perkebunan yang baik dapat membantu menjaga keseimbangan ekosistem. Banyak perusahaan kelapa sawit yang kini menerapkan prinsip keberlanjutan. Mereka melakukan reboisasi dan menjaga kawasan konservasi di sekitar perkebunan.
Kelapa Sawit Bukan Kontributor Terbesar Emisi GRK Global
Beberapa pihak menuduh kelapa sawit sebagai penyumbang utama emisi GRK. Namun, penelitian menunjukkan bahwa sektor energi fosil merupakan penyebab utama emisi GRK global.
Menurut studi dari IEA (2016) dan Olivier et al. (2022), sektor pertanian hanya menyumbang sebagian kecil emisi GRK. Emisi dari perkebunan kelapa sawit lebih rendah dibanding sektor lainnya. Perkebunan kelapa sawit tidak termasuk dalam penyebab utama emisi GRK global.
Teknologi terbaru dalam pengolahan kelapa sawit juga membantu mengurangi emisi. Banyak pabrik kini menggunakan metode ramah lingkungan dalam proses produksi minyak sawit. Limbah yang dihasilkan juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.
“Simak juga: Membawa Alam ke Dalam Rumah: Konsep Arsitektur dengan Pohon”
Minyak Kelapa Sawit Paling Hemat Emisi Karbon Dibandingkan Minyak Nabati Lainnya
FAO merekomendasikan minyak nabati sebagai sumber pangan utama. Masyarakat di seluruh dunia menggunakan 17 jenis minyak nabati untuk berbagai keperluan, seperti memasak, industri, dan kosmetik. Minyak nabati tersebut meliputi minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak rapeseed, yang menjadi sumber utama dalam memenuhi kebutuhan global. Empat di antaranya adalah minyak sawit, minyak rapeseed, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari.
Studi Beyer et al. (2020) serta Beyer dan Rademacher (2021) membandingkan emisi dari berbagai minyak nabati. Minyak kedelai menghasilkan emisi paling tinggi. Namun minyak kacang tanah, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari juga menghasilkan emisi lebih besar. Minyak kelapa sawit terbukti paling hemat dalam emisi karbon dibandingkan minyak nabati lainnya.
Minyak kelapa sawit juga lebih efisien dalam penggunaan lahan. Dibandingkan dengan tanaman lain, kelapa sawit menghasilkan minyak lebih banyak per hektar. Hal ini menjadikannya pilihan yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan minyak nabati global.
Kelapa Sawit Merupakan Penghasil Polusi Air/Tanah Paling Rendah
Minyak sawit, minyak kedelai, dan minyak rapeseed memiliki dampak berbeda terhadap lingkungan. Salah satu perbedaan utama adalah penggunaan pupuk dan pestisida dalam produksinya.
Menurut FAO (2020), pupuk dan pestisida yang tidak terserap tanaman menjadi polutan. Polutan ini mencemari tanah dan air. Sumber emisi NO2 pada pertanian berasal dari pupuk nitrogen anorganik.
Kedelai memerlukan lebih banyak pupuk dan pestisida untuk menghasilkan setiap ton minyak nabati. Rapeseed juga memakai pupuk dalam jumlah lebih besar dibandingkan kelapa sawit. Oleh karena itu, kelapa sawit menghasilkan polutan paling sedikit dibandingkan minyak nabati lainnya.
Selain itu, teknologi pertanian modern membantu mengurangi penggunaan pupuk berlebihan. Banyak petani kini menerapkan metode ramah lingkungan dalam budidaya kelapa sawit.
Biofuel Kelapa Sawit Lebih Hemat dalam Penggunaan Air Dibandingkan Tanaman Lainnya
Konsumsi air global meningkat drastis dalam satu abad terakhir. Pertanian menjadi sektor dengan penggunaan air terbesar. Hoekstra dan Chapagain (2007) mencatat bahwa pertanian menggunakan 85% dari total air global.
Namun, kelapa sawit lebih hemat dalam penggunaan air untuk bioenergi. Gerbens-Leenes et al. (2009) membandingkan kebutuhan air untuk setiap Giga Joule (GJ) bioenergi yang diproduksi. Kelapa sawit menggunakan air sebesar 75m3 per GJ.
Angka ini lebih rendah dibandingkan tanaman lain. Rapeseed membutuhkan 184m3, kelapa 126m3, ubi kayu 118m3, dan kedelai 100m3 per GJ bioenergi. Kelapa sawit menggunakan air lebih efisien dibandingkan tanaman lainnya, seperti yang ditunjukkan oleh data.
Menggunakan Bibit Berkualitas Tinggi untuk Produksi Maksimal
Bibit berkualitas tinggi memastikan produksi yang optimal. Salah satu bibit unggul yang direkomendasikan adalah DxP Sriwijaya. Bibit ini memiliki karakter unggul dalam produksi tandan dan ekstraksi minyak.
DxP Sriwijaya tumbuh dengan kecepatan lebih lambat. Bibit ini toleran terhadap kondisi iklim kering. Persentase kontaminasi non tenera juga rendah. DxP Sriwijaya tersedia di PT Binasawit Makmur serta anak perusahaan PT Sampoerna Agro, Tbk.
Beberapa perusahaan menjual bibit unggul ini secara langsung. Beberapa di antaranya adalah PT Telaga Hikmah, PT Aek Tarum, dan PT Sungai Rangit. Menggunakan bibit berkualitas tinggi akan memberikan hasil panen yang lebih maksimal.